PROBLEMA INDUKSI.

PROBLEMA INDUKSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu : Prof. Dr. Ahmad Dardiri





OLEH : RASIDI
NIM 11703254005

S2 MANAJEMEN PENDIDIKAN
MP NR – A



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
PROBLEMA INDUKSI

Cara berpikir secara logis terbagi dua, yaitu induksi dan deduksi. Induksi merupakan suatu cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Deduksi adalah suatu cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Ilmu bertolak dari observasi, dan observasi memberikan dasar yang kukuh untuk membangun pengetahuan ilmiah diatasnya, sedangkan pengetahuan ilmiah disimpukan disimpulkan dariketerangan-keterangan observasi yang diperoleh melalui induksi.

A. Dapatkah prinsip induksi dibenarkan
1. Induktivisme Naif
Induktivis Naif memandang bahwa ilmu bertolak dari observasi. Pengamat ilmiah harus memiliki organ-organ indra yang normal dan sehat, dan harus pula secara setia dan jujur merekam apa yang ia lihat dan dengar dalam hubungan dengan situasi yang diamatinya, dan iapun harus melakukannya dengan suatu alam pikiran tanpa prasangka sedikit pun. Pandangan demikian dijadikannya sebagai dasar untuk menjadikan keterangan tunggal/terbatas yeng diperoleh melalui observasi, untuk membentuk teori ilmiah. Padahal, teori-teori yang membentuk pengetahuan ilmiah itu semestinya disusun berdasarkan keterangan-keterangan (observasi) universal. Inilah sebabnya, mengapa pandangan tersebut dikatakan Naif. Kenaifan ini sederajat dengan kesimpulan bahwa “semua dosen UNY minim kreatifitasnya” yang ditarik dari observasi atas seorang dosen UNY yang minim kreatifitasnya.
Ada dua asumsi penting dalam pandangan induktivisme Naif tentang observasi, yaitu:
a. Ilmu bertolak dari observasi.
b. Observasi menghasilkan landasan yang kukuh dan dari situ pengetahuan dapat ditarik.
Pengamatan ilmiah harus memiliki organ indera dan instrumen yang benar dan baik. Dua hal yang ditekankan pada observasi melalui penglihatan menurut induktivis, yaitu pengamat dapat menangkap langsung sifat dari dunia luar selama sifat itu terekam oleh otaknya dari tindakan melihat. Yang kedua, dua pengamat normal memandang objek yang sama dari tempat yang sama akan melihat hal yang sama pula.

2. Prinsip induksi
Jika A yang mewakili diobservasi semua memiliki sifat B maka dapat disimpulkan bahwa semua A memiliki sifat B. yang diragukan adalah bagaimana kebenaran ini mendapatkan justifikasi?
- Pendekatan yang digunakan untuk membenarkan prinsip itu dengan:
minta bantuan pada logika, suatu perlindungan yang kita perkenankan dengan bebas.
- Membenarkan prinsip itu dengan minta bantuan pada pengalaman, suatu perlindungan yang terletak di pangkal tolak seluruh pendekatannya terhadap ilmu.
Argumen logis yang valid mempunyai tanda fakta bahwa apabila premise benar, maka kesimpulannya juga benar. Tapi ini tidak dipunyai oleh argumen induktif karena masalahnya bukanlah apabila premis benar, kesimpulan juga benar. Karena bisa terjadi salahnya simpulan meskipun premisnya benar.
Contohnya
a. tentang pengamatan pada gagak yang setelah diobservasi pada kondisi tertentu gagak disimpulkan hitam. Tapi tidak ada jaminan bahwa ada gagak yang berwarna lain. Dan logika tidak dapat dibenarkan berdasarkan logika semata-mata.
b. Kalkun yang rutin diberi makan setiap pagi, memperoleh kesimpulan, selalu diberi makan setiap pagi, suatu saat ternyata bukannya diberi makan malah dipotong lehernya. Ini membawa pada kesimpulan yang salah.
Prinsip induksi tidak dapat dibenarkan jika mengandalkan logika, dan mengandalkan pengalaman. Yang dicontohkan pada kasus, pemakaian optik, hukum gerak-gerak planet. Begitu juga dengan kasus tersebut tidak bisa diterima karena argumen untuk mendapat pembenaran induksi berputar-putar. Menggunakan validitas yang masih perlu pembenaran.
Bentuk argumen untuk mendapat pembenaran itu adalah seperti berikut :
Prinsip induksi bekerja dengan berhasil pada kesempatan X1
Prinsip induksi bekerja dengan berhasil pada kesempatan X2
Prinsip induksi selalu bekerja dengan berhasil
Keterangan universal yang menyatakan sahnya prinsip induksi disini disimpulkan dari sejumlah keterangan tunggal yang direkam dari penerapan prinsip itu secara berhasil di masa-masa yang lalu. Argumennya, oleh karena itu, adalah suatu argumen induktif dan dengan demikian tidak dapat dipergunakan untuk membenarkan prinsip induksi, kita tidak dapat mempergunakan induksi untuk membenarkan induksi. Kesulitan seperti ini yang melekat pada cara pembenaran induksi, secara tradisional disebut “problema induksi”. Tuntutan yang ekstrem bahwa semua pengetahuan mesti berasal dari pengalaman melalui induksi, berarti mengenyampingkan prinsip induksi yang justru merupakan dasar sikap induktivis. Prinsip ini sebagaimana menderita banyak kekurangan dan kelemahan. Kelemahan-kelemahan ini berpangkal pada kekaburan dan kebimbangan dari tuntutannya bahwa “sejumlah besar” observasi harus dilakukan pada “variasi keadaan yang luas”.
Contoh :
- Orang yang melakukan observasi terhadap api untuk mengetahui dan memastikan bahwa api itu panas.
- Ahli nujum yang tidak bisa dibenarkan dengan alasan ramalannya benar
- Perokok yang menderita kanker paru-paru
Contoh tersebut tidak bisa langsung dibawa pada penyimpulan yang ilmiah yang sah, perlu di kualifikasi lebih terperinci dan tegas. Dengan variasi yang lebih luas dalam beberapa kondisi yang tidak terbatas, serta dibolehkan untuk mengesampingkan variasi – variasi yang tidak perlu.


3. Kritik terhadap induktivisme
Ada beberapa kritik terhadap induktivisme yang disampaikan oleh beberapa tokoh yaitu : Honor dan Hunt, Chalmer, Hume.
Honor dan Hunt ( 1968) dalam Suriasumantri memberikan kritik ;
a) Pengalaman yang merupakan dasar utama induktivisme seringkali tidak berhubungan langsung dengan kenyataan obyektif. Pengalaman bukan hanya sebagai tangkapan panca indra saja. Seringkali pengalaman disertai penilaian. Pengalaman kurang tegas untuk membangun pengetahuan yang sistematis. Tidak jarang ditemukan hubungan berbagai fakta seperti apa yang diduga sebelumnya.
b) Dalam mendapatkan fakta dan pengalaman manusia sangat bergantung pada persepsi pancaindra. Adanya pegangan ini menimbulkan kelemahan terhadap induktivisme. Pancaindra mempunyai keterbatasan, dan dengan keterbatasan itu bisa dapat membuat persepsi keliru dan menyesatkan.
c) Prinsip pengetetahuan yang diperoleh dalam induktivisme sifatnya tidak pasti. Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi sengaja dikembangkan dalam induktivisme dan empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika membangun sebuaha pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang digunakan untuk menjawab keragu-raguan harus diuji terlebih dahulu.
Menurut Chalmer:
a) Argumen-argumen yang digunakan dalam induktivisme dan empirisme tidak merupakan argumen yang valid secara logis.bisa terjadi penyimpulan argument yang salah walaupun premisnya benar. Contoh : setelah di observasi gagak dalam variasi kondisi yang luas ternyata didapatkan fakta bahwa gagak berwarna hitam.maka dapat disimpulkjan bahwa semua gagak adalah hitam. Ini adalah penyimp[ulan yang valid dan sempurna. Tapai disini tidak ada jaminan yang logis bahwa gagak yang diobservasi bisa saja ada yang coklat atau merah jambu. Kalau hal ini terbukti maka kesimpulan semua gagak hitam adalah salah.
b) Penalaran induktif yang digunakan pada emprisme dan induktivisme bukan merupakan prediksi yang benar-benar akurat. Induktif bisa dihasilkan karena pengulangan secara terus menerus. Tetapi berapapun banyaknya observasi eSebagai contoh seekor ayam yang yang diberi makan oleh pemiliknya sedemikian sehingga ayam tersebut setiap kali pemiliknya mendekat selalu tahu bahwa saat itulah ia akan disuguhi makanan yang aakan mengenyangkan. Dengan demikian ( secara instingtif dan dan behavioristis) memiliki pengetahauan atas suguhan makanan yang akan dimakan lewat pembiasan secara berulang-ulang. Kesimpulan umum ayam mengatakan majikan datang sma dengan makanan datang. Suatu ketika majikan datang dan sanga ayampun mendekat. Bukan makanan yang didapat tapi tebasan pisau yang didapat yang meneteskan darah dilehernya. Majikan datang sama dengan maut. Dengan demikian kesimpulan umum bahwa majikan datang sama dengan makanan menjadi sebuah pengetahuan yang slah dan menjerumuskan sang ayam itu sendiri.
c) Dari sini tampak bahwa pengetahuan ilmiah bukanlah pengetahuan yang yang telah dibuktikan melainkan pengetahuan yang probable /berpeluang besar. Contoh lainnya adalah matahari yang terbit dari sebelah timur hal ini tidaklah menjadikan kesimpulan bahwa matahari selalu terbit dari timur merupakan sebuah kebenaran mutlak. Tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari bisa terbit dari barat, utara, atau selatan.
Disini terdapat satu bukti rasional bahwa penalaran induktif bisa jadi menghasilkan kesimpulan yang berbahaya dan salah kaprah. Pengetahuan yang bersumber dari penalaran induktif bisa jadi salah.
Menurut pandangan Hume,
Penalaran induksi sering dikaitkan dengan sebuah korelasi atau hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dua kejadian berbeda. Hasil-hasil kesimpulan secra induksi juga dikaitkan dengan kausalitas sebuah kejadian. Karena sedemikian sering kejadian A diikuti oleh kejadian B, maka diambil kesimpulan bahwa kejadian A merupakn penyebab kejadian B. hutan yang gundul menyebabkan banjir.
Meskipun metode penalaran induktif bisa saja menghasilkan kesimpulan yang salah, namun setidaknya kesimpulan yang diperoleh itu beralasan. Sehingga kita tidak dapat mengatakan induksi sebagai suatu kesalahan karena untuk untuk melakukan perkiraan dan asumsi dengan induksi adalah valid. Memang benar kita tidak dpat memastikan baha teori/hiopotesa melaui induksi itu benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesa itu belum slah. Inilah landasn berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan kesalahn teori/hipotesa itu, maka teori/ hipotesa itu akan selalu dianggap benar. Dengan demikian induksi memungkinkan berkembangnya konsep dasar suatu ilmu.
B. Mundur ke probabilitas
Probabilitas, peluang atau kebolehjadian adalah cara untuk mengungkapkan pengetahuan atau kepercayaan bahwa suatu kejadian akan berlaku atau telah terjadi. Konsep ini telah dirumuskan dengan lebih ketat dalam matematika, dan kemudian digunakan secara lebih luas dalam tidak hanya dalam matematika atau statistika, tapi juga keuangan, sains dan filsafat.
Tidak bisa dikatakan seratus persen bahwa matahari akan terbit dari sebelah timur, bisa saja suatu saat bisa terbit dari barat, selatan atau utara. Batu yang dijatuhkan akan jatuh ke bawah bukan keatas. Walaupun hasil generalisasi yang sah belum terjamin kebenarannya, akan tetapi bisa diambil kesimpulan boleh jadi (probably) benar. Pengetahuan ilmiah bukan pengetahuan yang dibuktikan melainkan pengetahuan yang probable benar. Probabilitas dipengaruhi variasi kondisi dan jumlah observasi yang dilakukan. Probabilitas memperoleh kelemahan lagi tentang tidak terbatasnya jumlah objek yang diobservasi.
Kritik tentang probabilitas antara lain :
- Ilmu lebih terlibat memproduksi seperangkat ramalan individual daripada memproduksi pengetahuan dalam keterangan umum yang rumit (kontra-intuitif)
- Perdebatan apakah teori ilmiah dan keterangan universal bisa terhindar dari kebenaran ramalan-ramalan tersebut.
Contoh :
- Dengan derajat probabilitas tertentu para perokok berat akan matikarena kanker paru-paru
- Perkiraan probabilitas tertentu bahwa matahari akan terbit di timur besok pagi.
Pernyataan tersebut bisa lebih kuat jika ada teori, dan hukum yang mendukungnya. Ini mengancam tentang nolnya probabilitas induksi karena ada ketergantungan dengan teori atau hukum yang ada.

C. Beberapa kemungkinan respons terhadap problema induksi
Anggapan kemerosotan induksi membuat kemajuan dan pengembangan dalam teori probabilitas. Responnya antara lain
1) Sifat skeptis. Ilmu didasarkan pada induksi tidak bisa diterima, hume berpendapat bahwa induksi tidak bisa dibenarkan dengan hanya mendasarkan pada logika dan pengalamandan ilmu tidak dapat dibenarkan secara rasional. Kepercayaan terhadap hukum – hukum dan teori – teori tidak lebih dari kebiasaan psikologis sebagai akibat dari ulangan-ulangan observasi yang berulang-ulang.
2) Semakin lemah bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman, dan menentang masuk akalnya prinsip induksi. Terlalu bnyak hal – hal yang dialami dianggap relatif dan sangat tergantung pada tingkat pendidikan, prasangka dan budaya. Contoh : orang pada jamannya mengangap bahwa bumi ,ini datar, dan terbantahkan ketika galilleo dan newton melakukan revolusi ilmiah.
3) Penolakan bahwa ilmu didasarkan pada induksi. Problema induksi dapat dielakan apabila dapat ditetapkan bahwa ilmu tidak melibatkan induksi.

D. Kesimpulan
Induktivisme tidak dimaksudkan untuk menimbulkan keraguan tentang peranan induksi dalam pembentukan pengetahuan melalui metode ilmiah. Kritik ini haruslah dipandang sebagai acuan dalam mencari solusi alternatif mengatasi kelemahan-kelemahan dalam induksi. Penggunaan pancaindera yang memiliki keterbatasan harus dibantu dengan teknologi yang sempurna untuk menyempurnakan pengamatan. Metode-metode eksperimen yang dijalankan harus ditetapkan secara benar sehingga bias karena keterbatasan pengamatan manusia dapat diminimalisasikan.
Pengalaman-pengalaman yang dibangun sebagai dasar kebenaran juga harus didukung dengan teori-teori yang relevan. Bergantung pada pengalaman pribadi saja bisa menimbulkan subyektivitas yang tinggi. Oleh sebab itu kajian terhadap pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada sebelumnya harus dilakukan sehingga kebenaran yang ingin didapatkan memiliki sifat obyektivitas yang tinggi. Pengetahuan tidak semata-mata mulai dari pengalaman saja, tetapi ia harus menjelaskan dirinya dengan pengalaman-pengalaman itu.
Kritik terhadap induksi perlu juga dipahami sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan adanya keterbatasan dalam induksi sebagai salah satu prosedur dari metode ilmiah, memberi gambaran kepada kita bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan bukanlah satu-satunya kebenaran yang ada. Tetapi sebagai ilmuwan, kita harus dengan rendah hati mengakui bahwa di luar ilmu pengetahuan masih terdapat kebenaran lain. Dengan demikian, kebenaran ilmu pengetahuan tidak bisa berjalan sendiri, tetapi didalam membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup, kebenaran ilmu pengetahuan perlu berdampingan dengan kebenaran-kebenaran dari pengetahuan lain, seperti seni, etika dan agama. Pengetahuan-pengetahuan lain di luar ilmu pengetahuan ilmiah perlu dipahami pula dengan baik oleh para ilmuwan agar dapat menciptakan atau menghasilkan nuansa yang lebih dinamis pada pengetahuan ilmiah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

manajemen sarana dan prasarana

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KESIAPAN BELAJAR)